(PERANG DUNIA XXX) --- Addis Ababa// Sudan Selatan menandatangani serangkaian
penawaran baru, Selasa (12/3) di Addis Ababa, ibukota Ethiopia untuk memulai
kembali aliran minyak yang terhenti selama lebih dari setahun setelah Sudan menutup
pipanya.
Perjanjian tersebut menetapkan tenggat waktu 14 hari sejak penandatanganan oleh Juba dan Khartoum,
"menginstruksikan perusahaan minyak untuk membangun kembali produksi
minyak", menurut sebuah salinan kesepakatan.
Sudan.net melaporkan, jika kesepakatan ini diikuti, bisa
memakan waktu beberapa minggu bagi perusahaan untuk membuka kembali pipa
minyaknya. Tapi itu menawarkan harapan terobosan segar untuk mengakhiri krisis.
Kepala negosiator Sudan Idris Mohammed Abdel-Gadir menandatangani
kesepakatan bersama mitranya Sudan Selatan
Pagan Amum. Penandatangan tersebut dimediatori oleh Uni Afrika, mantan
Presiden Afrika Selatan Thabo Mbeki.
Kedua Negara bertetangga ini semakin kekurangan uang setelah
Juba menutup produksi minyaknya tahun lalu berturut-turut karena marah dan
menuduh Khartoum mencuri minyak mentah.
Sudan Selatan merdeka pada Juli 2011 setelah referendum yang
dibentuk berdasarkan kesepakatan damai 2005 yang mengakhiri lebih dari dua
dasawarsa perang saudara berdarah.
Sementara Sudan Selatan dengan itu mengambil sebagian besar
ladang minyak, semua infrastruktur pipa
yang melalui utara Sudan.
Kedua negosiator dan Mbeki tersenyum lebar dan berjabat
tangan setelah penandatanganan kesepakatan pada Selasa dini hari.
Pasukan kedua negara yang
disiagakan ratusan meter di beberapa tempat terpisah dalam kebuntuan konflik, akan
mulai ditarik dari zona penyangga perbatasan dalam waktu seminggu.
Selain itu, sepuluh chek point perbatasan yang sangat
menyulitkan pedagang lokal, akan dibuka dalam waktu seminggu.
Hari Senin (11/3), tentara kedua belah pihak mengatakan akan
menarik keluar pasukannya untuk menerapkan zona demiliterisasi, meskipun para pakar
politik regional meragukan upaya terakhir akan berhasil.
Sudan dan Sudan Selatan mengumumkan langkah mereka untuk
mendemilitarisasi perbatasan. Namun pasukan Khartoum, Senin mengatakan mereka bentrok dengan Gerakan
Pembebasan Rakyat Sudan-Utara (SPLM-N) di negara bagian Blue Nile.
Khartoum menuduh Sudan Selatan mendukung pemberontak yang adalah mantan rekan-rekannya selama
perang saudara 1983-2005 yang menjadi hambatan besar untuk
mengimplementasikan perjanjian.
Sudan Selatan, pada gilirannya, mengatakan mendukung gerilyawan di wilayahnya, sebuah
taktik mematikan yang digunakan selama
dua dasawarsa perang saudara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar