Rabu, 20 Maret 2013

PBB SAMBUT BAIK PENYERAHAN DIRI PIMPINAN PEMBERONTAK KONGO



(PERANG DUNIA XXX) --- New York// Para pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan menyambut baik penyerahan diri pemimpin pemberontak Kongo Bosco Ntaganda, Senin (19/3) di New York.

UN News Centre melaporkan, Ntaganda masuk ke Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) di Rwanda Senin (18/3), menyerahkan diri dan minta dipindahkan ke Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) di Den Haag, Belanda. Ntaganda dicari oleh pengadilan internasional atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan di Republik Demokratik Kongo (DRC), termasuk merekrut anak-anak, pembunuhan dan pemerkosaan.

"Menyerahnya Bosco Ntaganda dan pemindahan awal ke ICC akan membantu memajukan proses perdamaian di Kongo," kata Roger Meece, kepala misi penjaga perdamaian PBB di DRC (MONUSCO).

"Ini akan mengirimkan sinyal kuat kepada pelanggar hak asasi manusia yang bahwa mereka tidak di atas  keadilan," tambahnya.

Dalam siaran pers, MONUSCO juga menyambut baik keputusan AS untuk memindahkan Ntaganda ke ICC, yang telah didakwa tujuh dakwaan kejahatan perang dan tiga tuduhan kejahatan kemanusiaan yang diduga dilakukan di provinsi Ituri antara tahun 2002 dan 2003. Dia dituduh bertanggung jawab atas penggunaan anak-anak dalam konflik bersenjata dan tindak pembunuhan, pemerkosaan dan perbudakan seksual.


Wakil Khusus Sekretaris Jenderal PBB bidang Anak dan Konflik Bersenjata, Leila Zerrougui, menyerukan mempercepat pemindahan Ntaganda ke ICC.

"Selama bertahun-tahun, Ntaganda dan elemen bersenjata di bawah komandonya telah menghancurkan bagian timur Kongo, membunuh, memperkosa, dan merekrut anak-anak dalam skala besar," kata Zerrougui, mendesak keadilan harus diberikan untuk anak-anak.

Zerrougui mencatat, sebagai anggota pendiri gerakan pemberontak M23, Ntaganda juga merekrut dan menggunakan anak-anak sebagai pengawal, kuli dan untuk tujuan lain dalam pemberontakan tahun lalu di provinsi North Kivu. Pelanggaran-pelanggaran berat yang dilakukan terhadap anak-anak mengakibatkan  Dewan Keamanan PBB memberi sanksi terhadapnya, termasuk larangan perjalanan dan pembekuan aset.

"Penuntutan internasional akan membuktikan bahwa impunitas (kekebalan hukum) tidak berlaku bagi pelanggaran hak anak," katanya.

Zainab Hawa Bangura, Wakil  Khusus Sekretaris Jenderal PBB bidang  Kekerasan Seksual dalam Konflik mengatakan bahwa apa yang dilakukan Ntaganda  seharusnya menjadi peringatan bagi semua pelaku kekerasan seksual dalam konflik.

“Bagi semua pelaku kekerasan seksual dalam konflik, keadilan mungkin tertunda, namun tidak bisa dipungkiri," tegas Bangura.

Bosco Ntaganda

Ntaganda berjuang dengan Tentara Patriotik Rwanda pada 1990-an dan berpartisipasi dalam penggulingan pemerintah Hutu Rwanda 1994.

Ia kemudian bergabung dengan Pasukan Patriotik untuk Pembebasan Kongo (Forces Patriotiques pour la Liberation du Congo/FPLC), sayap militer dari Persatuan Patriot Kongo (Union of Congolese Patriots/UPC) dan menjadi Kepala Operasi Militer. Selama itu ia dituduh telah terlibat dalam banyak pembantaian dan pelanggaran hak asasi manusia serius lainnya.

Ketika Ntaganda memimpin UPC, ia mengatakan kepada tentara anak-anak,  “Bila Anda seorang tentara, Anda mendapatkan seorang wanita secara gratis. Semuanya gratis.”

Januari 2005, Ntaganda ditunjuk sebagai jenderal di Angkatan Bersenjata Republik Demokratik Kongo sebagai bagian dari proses perdamaian, tetapi dia menolak tawaran tersebut.  

Tanggal 1 November 2005, Dewan Keamanan PBB memberlakukan larangan  perjalanan dan pembekuan aset Ntaganda.

Tahun 2006, menyusul konflik dalam UPC, ia kembali ke daerahnya di provinsi Kivu Utara dan bergabung dengan Laurent Nkunda, Kongres Nasional untuk Pertahanan Rakyat (CNDP).

April 2008, ia diyakini  tinggal di distrik Masisi, Kivu Utara, menjabat sebagai Kepala Staf CNDP. CNDP  kini telah dimasukkan ke dalam angkatan bersenjata reguler Kongo dan Ntaganda sebagai Jenderal di tentara, meskipun ia diburu oleh ICC.

Menurut pihak berwenang DRC, Jenderal Bosco Ntaganda telah menyeberang dari Goma kota Gisenyi, Rwanda, dua kali selama tahun 2011,  meskipun ada larangan bepergian bagi dirinya.

Tanggal 4 April 2012, Ntaganda dan 300 pasukan setianya membelot dari DRC dan bentrok dengan pasukan pemerintah di wilayah Rutshuru Utara Goma. Ia dan pasukannya dikenal dengan sebutan ‘Pemberontak M23’. PBB menduga M23 mendapat dukungan dan pasokan senjata dari Rwanda.

Pada 11 April 2012, Presiden Kabila memetahkankan penangkapan Ntaganda. Pada 18 Maret 2013, Ntaganda menyerahkan diri di Kedutaan Besar AS di Kigali, Rwanda, dan meminta dipindahkan ke Mahkamah Pidana Internasional di Den Haag.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar