(PERANG DUNIA XXX) --- New York// Para pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) mengatakan menyambut baik penyerahan diri pemimpin pemberontak Kongo
Bosco Ntaganda, Senin (19/3) di New York.
UN News
Centre melaporkan, Ntaganda masuk ke Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) di
Rwanda Senin (18/3), menyerahkan diri dan minta dipindahkan ke Pengadilan
Kriminal Internasional (ICC) di Den Haag, Belanda. Ntaganda dicari oleh
pengadilan internasional atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan
di Republik Demokratik Kongo (DRC), termasuk merekrut anak-anak, pembunuhan dan
pemerkosaan.
"Menyerahnya
Bosco Ntaganda dan pemindahan awal ke ICC akan membantu memajukan proses
perdamaian di Kongo," kata Roger Meece, kepala misi penjaga perdamaian PBB
di DRC (MONUSCO).
"Ini akan
mengirimkan sinyal kuat kepada pelanggar hak asasi manusia yang bahwa mereka
tidak di atas keadilan," tambahnya.
Dalam siaran
pers, MONUSCO juga menyambut baik keputusan AS untuk memindahkan Ntaganda ke
ICC, yang telah didakwa tujuh dakwaan kejahatan perang dan tiga tuduhan
kejahatan kemanusiaan yang diduga dilakukan di provinsi Ituri antara tahun 2002
dan 2003. Dia dituduh bertanggung jawab atas penggunaan anak-anak dalam konflik
bersenjata dan tindak pembunuhan, pemerkosaan dan perbudakan seksual.
Wakil Khusus
Sekretaris Jenderal PBB bidang Anak dan Konflik Bersenjata, Leila Zerrougui,
menyerukan mempercepat pemindahan Ntaganda ke ICC.
"Selama
bertahun-tahun, Ntaganda dan elemen bersenjata di bawah komandonya telah
menghancurkan bagian timur Kongo, membunuh, memperkosa, dan merekrut anak-anak dalam
skala besar," kata Zerrougui, mendesak keadilan harus diberikan untuk
anak-anak.
Zerrougui
mencatat, sebagai anggota pendiri gerakan pemberontak M23, Ntaganda juga
merekrut dan menggunakan anak-anak sebagai pengawal, kuli dan untuk tujuan lain
dalam pemberontakan tahun lalu di provinsi North Kivu. Pelanggaran-pelanggaran
berat yang dilakukan terhadap anak-anak mengakibatkan Dewan Keamanan PBB memberi sanksi terhadapnya,
termasuk larangan perjalanan dan pembekuan aset.
"Penuntutan
internasional akan membuktikan bahwa impunitas (kekebalan hukum) tidak berlaku
bagi pelanggaran hak anak," katanya.
Zainab Hawa
Bangura, Wakil Khusus Sekretaris Jenderal
PBB bidang Kekerasan Seksual dalam
Konflik mengatakan bahwa apa yang dilakukan Ntaganda seharusnya menjadi peringatan bagi semua
pelaku kekerasan seksual dalam konflik.
“Bagi semua
pelaku kekerasan seksual dalam konflik, keadilan mungkin tertunda, namun tidak
bisa dipungkiri," tegas Bangura.
Bosco
Ntaganda
Ntaganda
berjuang dengan Tentara Patriotik Rwanda pada 1990-an dan berpartisipasi dalam
penggulingan pemerintah Hutu Rwanda 1994.
Ia kemudian
bergabung dengan Pasukan Patriotik untuk Pembebasan Kongo (Forces Patriotiques
pour la Liberation du Congo/FPLC), sayap militer dari Persatuan Patriot Kongo (Union
of Congolese Patriots/UPC) dan menjadi Kepala Operasi Militer. Selama itu ia
dituduh telah terlibat dalam banyak pembantaian dan pelanggaran hak asasi
manusia serius lainnya.
Ketika
Ntaganda memimpin UPC, ia mengatakan kepada tentara anak-anak, “Bila Anda seorang tentara, Anda mendapatkan
seorang wanita secara gratis. Semuanya gratis.”
Januari 2005,
Ntaganda ditunjuk sebagai jenderal di Angkatan Bersenjata Republik Demokratik
Kongo sebagai bagian dari proses perdamaian, tetapi dia menolak tawaran
tersebut.
Tanggal 1
November 2005, Dewan Keamanan PBB memberlakukan larangan perjalanan dan pembekuan aset Ntaganda.
Tahun 2006,
menyusul konflik dalam UPC, ia kembali ke daerahnya di provinsi Kivu Utara dan
bergabung dengan Laurent Nkunda, Kongres Nasional untuk Pertahanan Rakyat
(CNDP).
April 2008,
ia diyakini tinggal di distrik Masisi,
Kivu Utara, menjabat sebagai Kepala Staf CNDP. CNDP kini telah dimasukkan ke dalam angkatan
bersenjata reguler Kongo dan Ntaganda sebagai Jenderal di tentara, meskipun ia
diburu oleh ICC.
Menurut
pihak berwenang DRC, Jenderal Bosco Ntaganda telah menyeberang dari Goma kota
Gisenyi, Rwanda, dua kali selama tahun 2011, meskipun ada larangan bepergian bagi dirinya.
Tanggal 4
April 2012, Ntaganda dan 300 pasukan setianya membelot dari DRC dan bentrok
dengan pasukan pemerintah di wilayah Rutshuru Utara Goma. Ia dan pasukannya
dikenal dengan sebutan ‘Pemberontak M23’. PBB menduga M23 mendapat dukungan dan
pasokan senjata dari Rwanda.
Pada 11 April
2012, Presiden Kabila memetahkankan penangkapan Ntaganda. Pada 18 Maret 2013,
Ntaganda menyerahkan diri di Kedutaan Besar AS di Kigali, Rwanda, dan meminta
dipindahkan ke Mahkamah Pidana Internasional di Den Haag.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar