Selasa, 27 November 2012

REVOLUSI MESIR JILID II ?





Setelah berhasil menjadi tokoh mediator gencatan senjata antara Israel dan Palestina, kini Presiden Mohamed Morsi harus kembali fokus menyelesaikan masalahnya di dalam negeri. Ia harus berusaha meredam gejolak pihak oposisi yang bereaksi keras menyikapi dekrit yang telah ia keluarkan. Singgasana yang baru beberapa bulan didudukinya kini digoyang keras.
Gelombang pujian mengalir untuk Morsi setelah langkah-langkah beraninya berhasil menundukkan kesombongan Israel dan sekutunya Amerika sehingga tercipta kesepakatan gencatan senjata perang delapan hari di Gaza. Namun selepas itu, kedigdayaan Morsi memasuki fase ujian yang lebih berat, yaitu menghadapi gejolak protes rakyatnya sendiri dari berbagai kalangan.
Ahmed Jadallah / Reuters
Anti-Morsi protesters chant anti-government and anti-Muslim Brotherhood slogans as they gather at Tahrir Square in Cairo Nov. 27.
Dekrit yang dikelurakan Morsi, Kamis (22/11) selain tentang perubahan konstitusi, juga menyatakan bahwa semua keputusan yang diambilnya sejak menjabat sebagai presiden bulan Juni tidak bisa diganggu gugat, baik oleh hukum maupun badan pemerintah lainnya.
Juru bicara pemerintahan Yasser Ali mengatakan Morsi bisa mengeluarkan keputusan apapun atau langkah apa pun untuk melindungi revolusi. Selain itu, deklarasi konstitusional, keputusan dan hukum yang dikeluarkan presiden adalah keputusan akhir dan tidak bisa diganggu gugat lagi.
Dekrit presiden ini  ternyata mendapat reaksi tentangan yang sangat keras dari rakyat oposisi, terutama dari kubu liberal dan kristen  berhaluan kiri. Berbagai tudingan seketika meluncur menimpanya. Morsi dicap sebagai Fir'aun modern baru.
Khalil Hamra / AP
Egyptian security forces arrest a protester during clashes near Tahrir square in Cairo, Nov. 27, 2012.
Mohamed El Baradei, tokoh oposisi dan penerima Nobel, mengkritik perubahan konstitusio itu. "Morsi merampas semua kekuasaan negara dan menunjuk dirinya sendiri sebagai Fir'aun baru Mesir. Ini pukulan besar bagi revolusi dan konsekuensinya bisa fatal," kata El Baradei di akun Twitternya. 
El Baradei berpidato dihadapan massa yang berkumpul di alun-alun Kairo, Sabtu, untuk memprotes dekrit Presiden Morsi yang menempatkan dirinya di atas mengawasan hukum dan melindungi para pendukung Islamisnya di parlemen.
Morsi juga dituding telah membajak revolusi untuk mencapai tujuannya dan memperkuat posisinya sebagai kepala negara dengan memotong wewenang  lembaga kehakiman.
Ahmed Jadallah / Reuters
Anti-Morsi protesters carry a wounded man away from tear gas during clashes with riot police at Tahrir square in Cairo, Nov. 27.
Badan kehakiman tertinggi Mesir yang disebut Dewan Peradilan Tertinggi, juga mengecam dekrit itu. Para hakim di dewan menyebut langkah tersebut sebagai serangan yang belum pernah terjadi terhadap indenpendensi pengadilan. Para hakim Alexandria melangsungkan aksi mogok dan mengatakan mereka tidak akan bekerja sebelum dekrit itu dibatalkan.
Menanggapi dekrit tersebut, pihak oposisi pun mulai menggelar aksi protes sejak Jum'at (23/11). Puluhan ribu massa kembali turun ke jalan dan berpusat di lapangan Tahrir Square. Massa bahkan menyerang dan membakar beberapa kantor Ikhwanul Muslimin selaku kekuatan pendukung presiden terpilih. Bentrokan dengan aparat kepolisian tidak bisa dihindari.
Sejak eskalasi penentangan ini, setidaknya sudah 500 orang terluka. Dan pada Minggu (25/11), diberitakan seorang pengunjuk rasa dari partai Ikhwanul Muslimin terkena tembakan hingga tewas. Sejumlah besar sekolah, universitas dan tempat-tempat kerja tutup untuk mengantisipasi protes massa.
Untuk meredam semakin kuatnya gelombang protes penentangan, Morsi segera mengambil beberapa langkah strategis. Senin (26/11) ia segera menemui para hakim senior dan menjelaskan maksud baik dari dekritnya. Morsi menyatakan tidak akan mengubah pendiriannya tapi ia juga mengatakan dekrit-dekritnya hanya berlaku sementara.
Khaled Elfiqi / EPA
Egyptian protesters shout slogans against President Mohammed Morsi, during a rally against his decree, in Tahrir square, Cairo, Nov. 27.
Selasa (27/11), lapangan Tahrir Square telah dipenuhi ratusan pengunjuk rasa yang sejak kemarin bermalam dengan memasang ratusan tenda. Demo hari ini rencananya akan dihadiri puluhan ribu warga Mesir. Partai pendukung Morsi, Ikhwanul Muslimin yang rencananya akan menggelar aksi dukungan terpaksa membatalkan aksinya dan mengalihkan ke tempat lain  untuk menghindari bentrokan.
Namun bentrokan tidak bisa dicegah antara pasukan keamanan Mesir dengan demonstran. Pasukan keamanan menembakkan tabung gas air mata terhadap demonstran. Bentrokan ini pecah menjelang aksi protes.
Para demonstran yang terdiri dari berbagai kalangan profesi menduduki Tahrir Square sejak Jum'at dengan tuntutan pembatalan dekrit hingga tuntutan pengunduran diri presiden. Lebih dari 500 pengacara turun dalam aksi. Perhimpunan wartawan pun mengirimkan 200 orang dalam aksi. Begitu pun dengan perkumpulan para seniman yang mayoritas adalah kalangan liberal dan kristen berhaluan kiri. 
Ahmed Jadallah / Reuters
Anti-Morsi protesters try to carry a man affected by tear gas during clashes with riot police at Tahrir Square in Cairo, Nov. 27.
Bentrokan berlanjut di Simon Bolivar Square di dekat Tahrir antara demonstran dengan Pasukan Keamanan Pusat.
Di jalan Mohamed Mahmoud, Tahrir Square, pengunjuk rasa telah mendirikan sebuah patung Fir'aun sebagai simbol protes.
Ribuan demonstran dari daerah Delta Nil tiba dengan 70 bus untuk berpartisipasi.
Kantor berita MENA Mesir melaporkan petugas polisi yang terluka sudah mencapai 218 orang. 
Di sisi lain, di Universitas Al Azhar, lebih dari 1000 orang berkumpul dalam rangka mendukung presiden.  Di wilayah pantai, anggota Ikhwanul Muslimin berkumpul di Masjid Ibrahim Al-Qaed di Alexandria untuk mendukung presiden, kantor berita MENA melaporkan.
"Protes hari ini adalah untuk mendukung presiden. Kami tidak bermaksud untuk berbenturan dengan siapa pun," kata seorang pemimpin Ikhwanul setempat.
Tumbangnya rezim diktator Mesir Hosni Mubarak ternyata tidak cukup menjadikan persatuan kekuatan Islam (Ikhwanul Muslimin dan Partai Salafi) menang dalam jangka waktu yang lama. Hanya dalam beberapa bulan, kekuatan Islam yang berkuasa harus menghadapi gejolak kekuatan dari kaum liberal dan kristen Mesir.
Gejolak politik dalam negeri ternyata lebih rumit dan berat dibandingkan menyelesaikan konflik politik negara tetangga. Keberhasilan langkah politik luar negeri Morsi ternyata tidak bisa meyakinkan rakyatnya sendiri untuk mempercayai segala kebijakannya. Hal ini yang harus dibuktikan oleh seorang Morsi kepada dunia internasional. Perubahan struktur pemerintah Mesir akan sangat mempengaruhi kondisi Palestina dan kebijakan Israel. Hal ini lah yang akan ditunggu oleh Israel dan para sekutunya. (Abu Dzakir).
Sumber: www.dw.de/Presstv/Ahram.org.eg/MENA/MINA



Tidak ada komentar:

Posting Komentar