(PERANG
DUNIA XXX) --- Jakarta//Dalam pertemuan Bali Regional Ministerial Conference V (BRMC
V) atau Bali Process, Indonesia menggagas
pembentukan kelompok kerja (pokja) guna atasi tindak kejahatan perdagangan
manusia, Senin (1/4), Bali.
Usulan itu diutarakan Dirjen Multilateral Kementerian Luar Negeri RI, Duta Besar Hasan Kleib dalam sidang BRMC V yang berlangsung di Bali, 1-2 April.
Dalam tema ‘People
Smuggling, Trafficking in Persons, and Related Transnational Crime’ –rilis situs
Kemlu- Bali Process perlu menaruh perhatian lebih besar terhadap masalah
perdagangan manusia.
Hasan juga mengatakan bahwa setelah lebih dari 10 tahun, Bali Process dapat meningkatkan upaya bersama dalam penanganan perdagangan manusia. Upaya bersama tersebut diharapkan bisa mencakup aspek pencegahan, deteksi dini dan perlindungan.
“Disadari, cara pandang negara-negara peserta Bali Process terhadap penanganan isu perdagangan manusia akan berbeda,” katanya.
Hasan menjelaskan hal tersebut disebabkan adanya kategori “negara asal, negara transit dan negara tujuan” yang terkait dari isu tersebut.
Untuk menyamakan persepsi dan juga menghasilkan usulan kerjasama, jelasnya, Indonesia berkeinginan agar dalam pertemuan Bali Process kelima tahun itu, isu perdagangan manusia bisa diangkat ke tingkat kelompok kerja.
Hasan juga menyebutkan keunikan Bali Process sebagai forum satu-satunya di dunia yang bisa mempertemukan negara-negara kawasan dan organisasi internasional terkait untuk membicarakan isu-isu penyelundupan dan perdagangan manusia dan kejahatan lintas negara.
“Dengan adanya pertemuan kepentingan dari negara asal, transit dan tujuan serta beberapa organisasi internasional terkait, diharapkan penanganannya juga akan lebih menyeluruh,” kata mantan Wakil Tetap RI untuk PBB di New York tersebut.
“Tidak lupa aspek kemanusiaan dan status hukum dari para korban kejahatan tersebut tetap menjadi pijakan dalam membicarakan upaya penanganan,” tambah Hasan.
Hasan juga mengatakan bahwa setelah lebih dari 10 tahun, Bali Process dapat meningkatkan upaya bersama dalam penanganan perdagangan manusia. Upaya bersama tersebut diharapkan bisa mencakup aspek pencegahan, deteksi dini dan perlindungan.
“Disadari, cara pandang negara-negara peserta Bali Process terhadap penanganan isu perdagangan manusia akan berbeda,” katanya.
Hasan menjelaskan hal tersebut disebabkan adanya kategori “negara asal, negara transit dan negara tujuan” yang terkait dari isu tersebut.
Untuk menyamakan persepsi dan juga menghasilkan usulan kerjasama, jelasnya, Indonesia berkeinginan agar dalam pertemuan Bali Process kelima tahun itu, isu perdagangan manusia bisa diangkat ke tingkat kelompok kerja.
Hasan juga menyebutkan keunikan Bali Process sebagai forum satu-satunya di dunia yang bisa mempertemukan negara-negara kawasan dan organisasi internasional terkait untuk membicarakan isu-isu penyelundupan dan perdagangan manusia dan kejahatan lintas negara.
“Dengan adanya pertemuan kepentingan dari negara asal, transit dan tujuan serta beberapa organisasi internasional terkait, diharapkan penanganannya juga akan lebih menyeluruh,” kata mantan Wakil Tetap RI untuk PBB di New York tersebut.
“Tidak lupa aspek kemanusiaan dan status hukum dari para korban kejahatan tersebut tetap menjadi pijakan dalam membicarakan upaya penanganan,” tambah Hasan.
Peserta Bali
Process juga menyambut bergabungnya Amerika Serikat, Persatuan Emirat Arab
(PEA), dan United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) dalam pertemuan di
Bali hari Senin itu.
Bersama dengan Duta Besar Craig Chittick, sebagai Duta Besar untuk isu Penyelundupan Manusia dari Australia, Hasan bertindak sebagai Ketua Bersama untuk Senior Official Meeting (SOM).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar