(PERANG DUNIA XXX) - Pemerintah Perancis, setelah
pembicaraan tertutup Dewan Keamanan PBB menyerukan permintaan pasukan penjaga
perdamaian untuk mengambil tongkat estafet keamanan di Mali, situs kantor
berita Afrika Selatan iol.co.za melaporkan Kamis (7/2).
"Setelah keamanan terjamin, kita pasti bisa membayangkan, tanpa
mengubah struktur, ini terjadi dalam rangka operasi penjaga perdamaian," kata
Menteri Luar Negeri Perancis Laurent Fabius kepada wartawan di Paris.
PBB masih mempertimbangkan untuk mengirimkan pasukan penjaga perdamaian ke
Mali, setelah mendengar usulan dari Paris yang juga mengatakan bahwa pasukan Perancis
berhasil menewaskan ratusan gerilyawan, namun mereka masih terus bertahan di
bawah serangan.
“Pasukan penjaga perdamaian bisa berada di lokasi bulan April, menggabungkan tentara yang dikerahkan di bawah bendera kekuatan intervensi Afrika Barat, AFISMA, yang berada dalam misi PBB,” kata Fabius yang juga adalah mantan Perdana Menteri Perancis era 1984-1986.
"Ini memberikan keuntungan, pasukan keamanan menjadi di bawah payung Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan juga di bawah pembiayaannya," tambahnya.
Duta Besar Perancis untuk PBB, Gerard Araud mengatakan PBB akan mengambil "beberapa minggu" untuk melakukan penilaian tentang pengiriman pasukan penjaga perdamaian.
Kepala penjaga perdamaian PBB Herve Ladsous mengaku keberatan dengan apa yang diajukan oleh pemerintah transisi Bamako, tapi ia mengatakan kekuatan semacam itu didukung oleh Uni Afrika, Masyarakat Negara Afrika Barat dan anggota kunci PBB.
“Pasukan penjaga perdamaian bisa berada di lokasi bulan April, menggabungkan tentara yang dikerahkan di bawah bendera kekuatan intervensi Afrika Barat, AFISMA, yang berada dalam misi PBB,” kata Fabius yang juga adalah mantan Perdana Menteri Perancis era 1984-1986.
"Ini memberikan keuntungan, pasukan keamanan menjadi di bawah payung Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan juga di bawah pembiayaannya," tambahnya.
Duta Besar Perancis untuk PBB, Gerard Araud mengatakan PBB akan mengambil "beberapa minggu" untuk melakukan penilaian tentang pengiriman pasukan penjaga perdamaian.
Kepala penjaga perdamaian PBB Herve Ladsous mengaku keberatan dengan apa yang diajukan oleh pemerintah transisi Bamako, tapi ia mengatakan kekuatan semacam itu didukung oleh Uni Afrika, Masyarakat Negara Afrika Barat dan anggota kunci PBB.
"Saya kira jelas ada keinginan bersama dari masyarakat
internasional untuk melakukan apa yang perlu dilakukan di Mali," kata Ladsous pada konferensi
pers di New York.
Dia menegaskan PBB sudah bekerja pada "skenario yang
mungkin berbeda."
Diplomat dan pejabat PBB itu mengatakan sebagian besar pasukan penjaga perdamaian akan datang dari tentara yang ditawarkan oleh negara-negara Afrika Barat.
Diplomat dan pejabat PBB itu mengatakan sebagian besar pasukan penjaga perdamaian akan datang dari tentara yang ditawarkan oleh negara-negara Afrika Barat.
Lebih dari 6.000 tentara telah dijanjikan sebagai kekuatan sementara di Afrika Barat. Ada juga sekitar 2.000 tentara Chad berjuang bersama pasukan Perancis yang masuk ke Mali pada 10 Januari untuk menghentikan barisan kelompok pejuang Islam yang melawan Bamako.
Menteri Pertahanan Perancis
Jean-Yves Le Drian mengatakan kepada Radio Europe 1, Rabu (6/2), pasukan Perancis dan Mali bentrok dengan kelompok yang menewaskan ratusan anggota gerilyawan Islam di dekat kota Gao.
“Ada bentrokan
kemarin. Ratusan Al Qaida telah dibunuh oleh serangan
udara Perancis dan pertempuran langsung di pusat
kota-kota utara, Konna dan Gao,” kata Le Drian.
Le Drian juga mengatakan pihak gerilyawan yang telah diusir dari pusat pertahanan yang mereka kendalikan di Mali utara selama 10 bulan, memukul kembali tentara dengan tembakan roket pada Selasa.
Gerakan Tauhid dan Jihad (MUJAO) di
Afrika Barat telah mengkonfirmasi bahwa pihaknya menyerang posisi militer di Gao, kota
terbesar di utara.
"Pertempuran ini belum berakhir. Serangan akan terus berlanjut," kata anggota MUJAO.
Tentara Perancis yang tewas sejauh ini hanya pilot helikopter pada awal operasi militer 27 hari yang lalu. Sedangkan Mali mengatakan 11 tentara yang tewas dan terluka 60 setelah pertempuran di Konna bulan lalu, saat ini belum ada rilis jumlah korban tewas terbaru.
"Pertempuran ini belum berakhir. Serangan akan terus berlanjut," kata anggota MUJAO.
Tentara Perancis yang tewas sejauh ini hanya pilot helikopter pada awal operasi militer 27 hari yang lalu. Sedangkan Mali mengatakan 11 tentara yang tewas dan terluka 60 setelah pertempuran di Konna bulan lalu, saat ini belum ada rilis jumlah korban tewas terbaru.
Surat kabar Perancis melaporkan, Kamis (7/2) bahwa intervensi militer telah merugikan Prancis 70 juta euro ($ 95 juta) dengan kenaikan angka
sebesar 2,7 juta euro per hari.
“Pihaknya telah mendapatkan kembali akses untuk operasi bantuan
di pusat Mali, dan
berharap segera dapat beralih ke
utara, di mana ranjau
darat dan gerilyawan yang tersisa
masih menimbulkan ancaman keamanan,” kata pejabat PBB, David Gressly, Rabu, yang
mengarahkan operasi kemanusiaan PBB di
wilayah konflik itu.
"Kita bisa memiliki akses selama beberapa hari mendatang. Sekitar 500.000 orang menghadapi kelaparan di utara," tambahnya.
Perancis meluncurkan intervensi kejutan di bekas negeri jajahannya pada 11 Januari sebagai serangan terhadap kelompok Islam yang menguasai bagian utara Mali pasca kudeta militer yang kemudian menuju ibukota, Bamako. (ABU DZAKIRA).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar