(PERANG DUNIA XXX) --- Djerba,
Tunisia// Para peziarah Yahudi
mulai berdatangan sejak Jumat (26/4) di rumah ibadat Ghriba, Tunisia, rumah
ibadat Yahudi yang tertua di Afrika, Modern Ghana melaporkan.
Peziarah
Yahudi tersebut mengungkapkan harapannya bahwa tahun ini akan menandai titik
balik bagi ritual, meskipun kerusuhan meningkat sejak revolusi 2011.
Z iarah tahunan yang berlangsung dari Jumat sampai Ahad yang melibatkan dua prosesi, berlangsung di tengah keamanan yang ketat dengan bala bantuan dikerahkan di sekitar Djerba, pulau resor Mediterania tempat rumah sinagog.
Lebih selusin truk militer ditempatkan di Ghriba sendiri, di mana serangan Al-Qaeda 2002 menewaskan 21 orang. Pos-pos pemeriksaan polisi didirikan di sekitar lingkungan Yahudi dan di jalan yang menghubungkan bandara ke zona wisata.
Panitia berharap kedatangan antara 1.000 hingga 1.500 peziarah selama akhir pekan, termasuk sekitar 500 orang asing. Di antaranya beberapa lusin warga Israel yang pertama kali sejak revolusi, serta anggota komunitas Yahudi Tunisia.
"Tahun ini sebagaimana mestinya, tidak seperti di dua tahun terakhir. Saya datang saat itu, karena solidaritas. Tidak ada perayaan yang nyata," kata Meyer Sabbagh (63), seorang pengembang real estate yang meninggalkan Djerba pergi ke Paris setelah Perang Arab-Israel 1973, juga dikenal sebagai Perang Yom Kippur.
"Ada polisi tahun ini, itu bagus. Ada selusin di pintu masuk ke Hara (lingkungan Yahudi). Sepupu saya bahkan datang dari Israel," kata Sabbagh.
Tahun 2011 acara itu dibatalkan karena negara mengalami gerakan masal, tapi itu kembali diam-diam pada 2012 dan tidak ada insiden yang dilaporkan.
Friza Haddad yang dikenal sebagai Micha, penyanyi Tunisia yang suaranya akrab di upacara tahunan Ghriba, mengatakan ia meyakini ada masa depan untuk berziarah, di sebuah pulau di mana orang-orang Yahudi dan Muslim telah hidup berdampingan secara harmonis.
"Di sini tidak ada masalah, kita hidup sebagai masyarakat. Ada orang Yahudi di sini, dan Muslim di sana. Tapi itu hanya di Djerba hal-hal seperti itu terjadi. Dalam dua tahun terakhir telah terjadi masalah di tempat lain di Tunisia,” kata seorang lelaki tua.
Michel Zucchero, seorang Kristen yang melakukan ziarah dengan teman-teman Muslim dan Yahudi, mengatakan ia termotivasi untuk datang karena keinginan melihat Tunisia menjauhkan diri dari konflik politik, agama dan sosial yang telah melanda negara itu.
"Kami dari agama Yahudi, Kristen dan Muslim , kami datang untuk alasan yang sama, untuk menunaikan ziarah dan membuat janji dalam iklim sulit saat ini, karena sangat penting bahwa semua agama bebas menghormati satu sama lain," kata Zucchero.
Menurut beberapa ahli, ada bukti bahwa Ghriba juga merupakan tempat suci bagi umat Islam dari wilayah tersebut.
Ritual Ghriba, yang dimulai 33 hari setelah dimulainya festival Paskah Yahudi, adalah peristiwa sentral dalam kalender komunitas Yahudi Tunisia yang telah menyusut menjadi sekitar 1.500 anggota dari 100.000 sebelum kemerdekaan pada 1956.
Menurut legenda, sinagog didirikan pada 586 SM oleh orang-orang Yahudi yang melarikan diri dari kehancuran Kuil Salomon di Yerusalem.
Z iarah tahunan yang berlangsung dari Jumat sampai Ahad yang melibatkan dua prosesi, berlangsung di tengah keamanan yang ketat dengan bala bantuan dikerahkan di sekitar Djerba, pulau resor Mediterania tempat rumah sinagog.
Lebih selusin truk militer ditempatkan di Ghriba sendiri, di mana serangan Al-Qaeda 2002 menewaskan 21 orang. Pos-pos pemeriksaan polisi didirikan di sekitar lingkungan Yahudi dan di jalan yang menghubungkan bandara ke zona wisata.
Panitia berharap kedatangan antara 1.000 hingga 1.500 peziarah selama akhir pekan, termasuk sekitar 500 orang asing. Di antaranya beberapa lusin warga Israel yang pertama kali sejak revolusi, serta anggota komunitas Yahudi Tunisia.
"Tahun ini sebagaimana mestinya, tidak seperti di dua tahun terakhir. Saya datang saat itu, karena solidaritas. Tidak ada perayaan yang nyata," kata Meyer Sabbagh (63), seorang pengembang real estate yang meninggalkan Djerba pergi ke Paris setelah Perang Arab-Israel 1973, juga dikenal sebagai Perang Yom Kippur.
"Ada polisi tahun ini, itu bagus. Ada selusin di pintu masuk ke Hara (lingkungan Yahudi). Sepupu saya bahkan datang dari Israel," kata Sabbagh.
Tahun 2011 acara itu dibatalkan karena negara mengalami gerakan masal, tapi itu kembali diam-diam pada 2012 dan tidak ada insiden yang dilaporkan.
Friza Haddad yang dikenal sebagai Micha, penyanyi Tunisia yang suaranya akrab di upacara tahunan Ghriba, mengatakan ia meyakini ada masa depan untuk berziarah, di sebuah pulau di mana orang-orang Yahudi dan Muslim telah hidup berdampingan secara harmonis.
"Di sini tidak ada masalah, kita hidup sebagai masyarakat. Ada orang Yahudi di sini, dan Muslim di sana. Tapi itu hanya di Djerba hal-hal seperti itu terjadi. Dalam dua tahun terakhir telah terjadi masalah di tempat lain di Tunisia,” kata seorang lelaki tua.
Michel Zucchero, seorang Kristen yang melakukan ziarah dengan teman-teman Muslim dan Yahudi, mengatakan ia termotivasi untuk datang karena keinginan melihat Tunisia menjauhkan diri dari konflik politik, agama dan sosial yang telah melanda negara itu.
"Kami dari agama Yahudi, Kristen dan Muslim , kami datang untuk alasan yang sama, untuk menunaikan ziarah dan membuat janji dalam iklim sulit saat ini, karena sangat penting bahwa semua agama bebas menghormati satu sama lain," kata Zucchero.
Menurut beberapa ahli, ada bukti bahwa Ghriba juga merupakan tempat suci bagi umat Islam dari wilayah tersebut.
Ritual Ghriba, yang dimulai 33 hari setelah dimulainya festival Paskah Yahudi, adalah peristiwa sentral dalam kalender komunitas Yahudi Tunisia yang telah menyusut menjadi sekitar 1.500 anggota dari 100.000 sebelum kemerdekaan pada 1956.
Menurut legenda, sinagog didirikan pada 586 SM oleh orang-orang Yahudi yang melarikan diri dari kehancuran Kuil Salomon di Yerusalem.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar