(PERANG DUNIA XXX) --- Kerusuhan di beberapa kota di Mesir terkait dengan kemunculan “kelompok baru” berpakaian gelap/hitam mengenakan topeng. Siapakah kelompok perusuh sekaligus teroris baru ini?
Mereka, seperti diberitakan sebelumnya, tak terlepas dari upaya-upaya yang terus ditempuh oleh kelompok sekular-liberal-Kristen Koptik dan pendukung mantan diktator Husni Laa Mubarak untuk menumbangkan pemerintahan Mursi.
Begitulah. Ketika umat Islam memenangkan pertarungan dalam pemilu, mereka tidak menerima kekalahan. Padahal, “Mbah” dan “Datuk” mereka yang melahirkan demokrasi mengajarkan bahwa yang mendulang suara terbanyak, itulah pemenangnya.
Ahaa…, nyatanya selama ini tak seperti teori demokrasi yang mereka ajarkan. Lihat ke belakang, ketika partai Islam (FIS) Aljazair memenangkan pemilu. Militer Aljazair, dengan dukungan Amerika, langsung memboikot kemenangan itu.
Begitu pula ketika Hamas mendulang suara mayoritas saat pemilu digelar di Palestina, kaum sekular-beral, tak mau mengakui. Dan beberapa kemenangan kelompok Islam lainnya dalam pemilu di negara-negara Arab-Afrika mereka boikot!
Jadi, “demokrasi” yang mereka maksudkan adalah jika dalam pemilu merekalah pemenangnya, bukan umat Islam. Demikian pula yang terjadi saat ini di Mesir. Kelompok sekular-liberal-gereja koptik dan pendukung mantan presiden diktator Husni Mubarak itu tak rela umat Islam memenangkan pemilu.
Karenanya, pemerintahan Presiden Mursi terus mereka ganggu. Dari serangkaian gangguan itu, termasuk gagalnya pemboikotan yang mereka lakukan atas referendum untuk Konstitusi Baru tahun lalu, lantas sekarang, mereka munculkan kelompok pemuda berpakaian hitam mengenakan topeng yang ditugaskan mengawal kerusuhan dan penyerangan terhadap pemerintah dan kelompok Islam.
Sejauh ini, pemerintah Mesir mendesak pasukan keamanan dan anggota masyarakat untuk menangkap anggota kelompok berpakaian hitam garis keras yang menentang Presiden Mursi. Kelompok teroris baru ini telah muncul di garda depan dalam aksi kali ini. Sampai sekarang 52 sudah tewas dalam kerusuhan ini.
Reuters, Rabu (30/1/2013), melansir Presiden Mursi telah memberlakukan keadaan darurat di kota-kota Terusan Suez dari Port Said, Ismailia dan Suez dalam upaya untuk membendung kekerasan.
Ratusan pendukung dari kelompok teroris Black Bloc berada di garis terdepan dalam protes di Kairo, Alexandria dan kota di terusan Suez. Mereka menyerang dan memancing bentrok dengan polisi.
Disebut-sebut kelompok ini terinspirasi oleh pengunjuk rasa Black Bloc di Eropa yang berpakaian serba hitam dan menutupi wajah mereka. Kelompok Black Bloc di Eropa melakukan demonstrasi anti-globalisasi yang selalu diakhiri dengan kekerasan.
Jaksa Penuntut Umum Talaat Abdallah pada Selasa memerintahkan polisi dan tentara untuk menangkap anggota Black Bloc dan meminta masyarakat untuk berpartisipasi dalam menangkap siapa saja yang dicurigai sebagai anggota kelompok dan menyerahkan mereka segera ke petugas pengadilan terdekat.
Kantor berita Mesir MENA mewartakan, Jaksa Penuntut Umum Mesir menuduh Black Bloc menjadi kelompok terorganisir yang berpartisipasi dalam tindakan terorisme dan melakukan kejahatan yang mempengaruhi keamanan nasional.
Sebuah sumber keamanan mengatakan, 170 berpakaian serba hitam telah ditahan di Mesir sejak Sabtu (26/1/2013). Namun dari penyelidikan belum dapat diverifikasi apakah semuanya adalah anggota dari Black Bloc.
Para pemuda Black Bloc ini terlihat menyertai demonstrasi. Tugas mereka adalah melawan setiap serangan terhadap para pengunjuk rasa, sebagaimana yang mereka katakan, “untuk menghadapi gerakan Islam yang dipimpin oleh Ikhwanul Muslimin” yang mereka sebut Fasis.
Kelompok ini lebih kejam daripada demonstran lainnya, dimana mereka melempar banyak rumah dengan batu, dan ikut menyerang kantor situs online Ikhwanul Muslimin “Ikhwan Online”, sebagaimana mereka juga memblokir beberapa jalan dan jembatan yang mengakibatkan terjadinya bentrokan antara mereka dengan pejalan kaki dan sejumlah supir.
Kelompok ini juga mencoba membakar Istana
Harian Amerika, The New York Times edisi Sabtu (26/1/2013) melaporkan bahwa kerusuhan dan tindakan anarkis yang melanda Mesir dalam beberapa hari ini tidak lain hanyalah bagian dari skenario kekerasan yang telah menjadi hal yang biasa terjadi di Mesir sejak revolusi rakyat dua tahun silam. Hal yang baru dalam kerusuhan ini hanyalah kemunculan kelompok perusuh Black Bloc untuk pertama kalinya di Mesir.
Sekelompok perusuh yang berasal dari kelompok Black Bloc menebar teror ke sejumlah kota dan daerah, melemparkan bom-bom molotov dan bola-bola api ke halaman istana kepresidenan Mesir dalam aksi kerusuhan pada Jum’at (25/1//2013). Pihak aparat kepolisian melepaskan tembakan gas air mata untuk membubarkan kelompok perusuh tersebut, laporan kantor berita Turki Anatolia.
Kelompok Black Bloc telah mengumumkan bahwa puluhan pemuda yang memakai penutup kepala dan melemparkan bom-bom molotov serta bola-bola api ke halaman istana kepresidenan Mesir adalah anggota kelompok mereka. Kelompok Black Bloc juga mengerahkan ratusan pengikutnya untuk menyerang empat kantor gubernur di provinsi Ismailiah, Dimyath, Kafr syaikh dan Suez.
The Associated Press pada Kamis (24/1/2013) menurunkan sebuah artikel yang menyebutkan, “Dengan mengenakan topeng hitam dan melambaikan bendera hitam, kelompok yang sebelumnya tidak dikenal yang menamakan dirinya Blok Hitam (Black Bloc), memperingatkan Ikhwanul Muslimin agar tidak menggunakan ‘sayap militer’ nya untuk memadamkan protes.”
The New York Times melaporkan bahwa meskipun di Kairo kelompok perusuh Black Bloc adalah fenomena baru, Black Bloc adalah istilah yang telah digunakan selama bertahun-tahun di Amerika Serikat dan Eropa.
Pengikut kelompok Black Bloc biasanya berpakaian hitam untuk memupuk rasa persatuan dan membuat sulit bagi para saksi mata untuk membedakan antara individu kelompok tersebut. Anggota Black bloc sering berbaur dengan kelompok yang lebih besar dari pengunjuk rasa, kemudian melepaskan diri, dan menghubungkan lengan karena mereka terburu-buru menyusuri jalan-jalan.
Di Amerika Serikat, biasanya anggota Black Bloc menjauhkan diri dari kekerasan terhadap orang, tetapi berani merusak properti.
Taktik Black Bloc ini mendapat perhatian luas pada 1999 saat maraknya aksi protes di negara bagian Seattle menentang Organisasi Perdagangan Dunia, ketika para pemuda berpakaian hitam memecah jendela-jendela dan menyemprotkan tulisan grafiti pada sejumlah bangunan.
The New York Times melaporkan sampai saat ini tidak jelas apakah ada hubungan antara kelompok perusuh Black Bloc di Amerika dan Mesir, tetapi situs kelompok perusuh anarchistnews.org terus melaporkan perkembangan kerusuhan yang terjadi.
Situs kelompok anarkis itu melaporkan, “Tadi malam, anarkisme telah meninggalkan lukisan-lukisan grafiti di dinding-dinding, percakapan kecil dan forum online di Mesir, dan datang ke kehidupan di Kairo, untuk menyatakan dirinya sebagai kekuatan baru dalam revolusi sosial yang sedang berlangsung sejak dua tahun yang lalu, dengan cara melakukan beberapa pengeboman terhadap kantor Ikhwanul Muslimin.”
Situs itu juga menyebutkan bahwa meski pemerintah Mesir telah menutup laman kelompok perusuh Black Bloc Mesir di situs jejaring sosial facebook, namun kelompok itu segera kembali meluncurkan laman mereka.
Situs itu juga menambahkan bahwa kelompok perusuh Black Bloc Mesir melempari gedung parlemen Mesir dengan sejumlah bom.
Sekelompok pegiat facebook telah berhasil mengungkapkan informasi bahwa kelompok Black Bloc dipimpin oleh seorang Kristen Koptik Mesir. Kelompok sektarian ini berada di balik sejumlah aksi kerusuhan dan perusakan fasilitas umum yang saat ini melanda Mesir.
Sebagaimana kelompok sekuler, liberal dan kroni-kroni mantan diktator Husni Mubarak, kelompok teroris Black Bloc bertujuan menumbangkan pemerintahan Muhammad Mursi dengan mengendarai dan memanfaatkan peringatan dua tahun revolusi 25 Januari yang sukses menumbangkan Husni Mubarak.
ZILZAAL
Tidak ada komentar:
Posting Komentar