(PERANG DUNIA
XXX) --- New York// Irak melaksanakan pemilu di tengah kekhawatiran timbulnya kekerasan, Sabtu (20/4), untuk pertama kalinya sejak
penarikan militer Amerika Serikat (AS), ABC News melaporkan yang dikutip Mi’raj News Agency (MINA).
Meskipun
suara tertunda di
beberapa bagian negara, tapi pemilih tampak bersemangat di
tempat lain tanpa
memiliki keraguan tentang
kredibilitas suara.
Kandidat bersaing memperebutkan kursi di dewan provinsi yang telah berkuasa atas proyek-proyek pekerjaan umum dan keputusan lain di tingkat lokal. Pemungutan suara merupakan barometer penting dari dukungan untuk berbagai blok politik Irak menuju ke pemilihan parlemen tahun depan (2014).
Kandidat bersaing memperebutkan kursi di dewan provinsi yang telah berkuasa atas proyek-proyek pekerjaan umum dan keputusan lain di tingkat lokal. Pemungutan suara merupakan barometer penting dari dukungan untuk berbagai blok politik Irak menuju ke pemilihan parlemen tahun depan (2014).
Pemilihan berlangsung
tanpa pertumpahan darah besar-besaran.
Tindakan pengamanan dikerahkan
besar-besaran untuk menggagalkan upaya sabotase yang
mungkin akan mengganggu pemungutan
suara.
Keamanan membuat
pos-pos keamanan di sekitar tempat pemungutan
suara, hanya kendaraan yang berwenang yang
diizinkan di jalan-jalan kota
besar. Pemilih mencelupkan telunjuk dalam
tinta setelah mencoblos, memastikan setiap
orang hanya sekali memilih.
Menjelang sore, Perwakilan Khusus PBB untuk Irak, Martin Kobler, mengatakan pemungutan suara berjalan lancar. Dia mendesak warga Irak ke tempat pemungutan suara.
Menjelang sore, Perwakilan Khusus PBB untuk Irak, Martin Kobler, mengatakan pemungutan suara berjalan lancar. Dia mendesak warga Irak ke tempat pemungutan suara.
"Kredibilitas pemilu tergantung juga
pada jumlah pemilih," kata Kobler.
Di
antara mereka adalah Oday Mohammed, seorang pengusaha yang membawa ibunya,
istri dan anak-anaknya untuk memilih kandidat Perdana Menteri Nouri al-Maliki. Ia
mengatakan ia yakin calon maupun pemilih tumbuh lebih berpengalaman dengan
proses demokrasi setelah tahun 2003 penggulingan Saddam Hussein.
"Tidak semua politisi korup. Ada beberapa orang yang baik," katanya di pemungutan suara distrik utama Syiah Kazimiyah.
Pemungutan suara diadakan saat meningkatnya ketegangan antara minoritas Arab Sunni dan mayoritas Syiah yang telah mendominasi politik sejak invasi pimpinan AS satu dekade lalu.
"Saya tidak memiliki harapan bahwa situasi akan membaik, tapi saya harus ambil bagian karena ulama kami meminta kami, sehingga kami tidak rugi seperti di masa lalu," kata Anwar al-Obaidi (60), seorang tukang cukur Sunni di Baghdad.
Banyak warga Irak frustrasi dengan tidak adanya kemajuan meskipun pemilu regional dan nasional sebelumnya diadakan di bawah lindungan dan bantuan dari AS. Sebagian warga mengatakan mereka melihat tidak ada gunanya memberikan suara.
"Semua politisi dan pejabat provinsi, baik Sunni maupun Syiah, tidak lain hanyalah pencuri dan pembohong," kata Ali Farhan, seorang sopir taksi (35) di Baghdad timur, dalam menjelaskan pilihannya untuk tidak memilih.
Gerilyawan meningkatkan serangan menjelang pemungutan suara. Gelombang serangan bom mobil dan serangan lainnya, Senin (15/4), menewaskan sedikitnya 55 orang dan melukai lebih dari 200. Pemboman lain di sebuah kafe, Kamis (18/4), menewaskan 32 orang. Dan setidaknya ada 14 kandidat dibunuh dalam beberapa pekan terakhir.
Beberapa calon pemilih di kawasan Baghdad, terutama Sunni Azamiyah, tidak menemukan namanya pada daftar suara di beberapa tempat pemungutan suara, sehingga mereka pulang tanpa mencoblos.
"Saya kecewa. Kami kehilangan kesempatan untuk membuat perubahan," kata pengacara Raed Najm kepada Associated Press, setelah gagal menemukan namanya di empat TPS terpisah.
"Tidak semua politisi korup. Ada beberapa orang yang baik," katanya di pemungutan suara distrik utama Syiah Kazimiyah.
Pemungutan suara diadakan saat meningkatnya ketegangan antara minoritas Arab Sunni dan mayoritas Syiah yang telah mendominasi politik sejak invasi pimpinan AS satu dekade lalu.
"Saya tidak memiliki harapan bahwa situasi akan membaik, tapi saya harus ambil bagian karena ulama kami meminta kami, sehingga kami tidak rugi seperti di masa lalu," kata Anwar al-Obaidi (60), seorang tukang cukur Sunni di Baghdad.
Banyak warga Irak frustrasi dengan tidak adanya kemajuan meskipun pemilu regional dan nasional sebelumnya diadakan di bawah lindungan dan bantuan dari AS. Sebagian warga mengatakan mereka melihat tidak ada gunanya memberikan suara.
"Semua politisi dan pejabat provinsi, baik Sunni maupun Syiah, tidak lain hanyalah pencuri dan pembohong," kata Ali Farhan, seorang sopir taksi (35) di Baghdad timur, dalam menjelaskan pilihannya untuk tidak memilih.
Gerilyawan meningkatkan serangan menjelang pemungutan suara. Gelombang serangan bom mobil dan serangan lainnya, Senin (15/4), menewaskan sedikitnya 55 orang dan melukai lebih dari 200. Pemboman lain di sebuah kafe, Kamis (18/4), menewaskan 32 orang. Dan setidaknya ada 14 kandidat dibunuh dalam beberapa pekan terakhir.
Beberapa calon pemilih di kawasan Baghdad, terutama Sunni Azamiyah, tidak menemukan namanya pada daftar suara di beberapa tempat pemungutan suara, sehingga mereka pulang tanpa mencoblos.
"Saya kecewa. Kami kehilangan kesempatan untuk membuat perubahan," kata pengacara Raed Najm kepada Associated Press, setelah gagal menemukan namanya di empat TPS terpisah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar