Selasa, 05 Februari 2013

OPOSISI SEKULER MALI JANJI BANTU PASUKAN PERANCIS



  

(PERANG DUNIA XXX) --- Gerakan Nasional Pembebasan Azawad (MNLA), Senin (4/2)  mengumumkan telah bersumpah untuk membantu pasukan Perancis dalam melawan kelompok Islam Mali, The New York Times melaporkan.
Kemajuan pesat dari agresi militer Perancis untuk merebut kembali bagian utara Mali, membuat kelompok oposisi Tuareg yang berpaham sekuler telah bersumpah untuk membantu pasukan Perancis melawan kelompok pejuang Islam Mali.

Tahun lalu MNLA mendukung kemerdekaan dan telah bergabung dengan pejuang bersenjata Islam untuk mengambil alih sebagian wilayah utara Mali. Tapi kelompok etnis Tuareg segera beralih dari para pejuang bersenjata Islam yang menguasai kota-kota utama di wilayah itu karena memberlakukan hukum syariat Islam.

MNLA telah mengumukan bahwa mereka telah menangkap dua komandan pejuang Islam di dekat perbatasan Aljazair. Keduanya adalah Mohamed Moussa Ag Mohamed dan Oumeini Ould Baba Akhmed. Mohamed adalah pimpinan pejuang Islam yang memberlakukan hukum Islam di Timbuktu. Sedangkan Akhmed adalah pemimpin dari kelompok Islam Gerakan Tauhid dan Jihad (MUJAO) di Afrika Barat, bagian dari Al-Qaedah di Maghreb Islam yang bertanggungjawab atas penyanderaan warga Perancis.

“Kedua pria itu ditangkap Sabtu di dekat perbatasan Aljazair oleh patroli dan dibawa ke kota utara Kidal. Hari Minggu diinterogasi,” kata Mossa Ag Attaher, juru bicara MNLA di Ouagadougou, ibukota Burkina Faso.

Sementara itu Menteri Luar Negeri Perancis, Laurent Fabius, hari Senin mengatakan setidaknya 30 jet Perancis telah membom "basis dan depot BBM" di Mali utara sekitar Tessalit, 125 km sebelah utara dari Kidal hari Ahad untuk mencegah kelompok Islam menyusun diri kembali di wilayah tersebut.

"Jika Anda melihat peta, mereka telah mengungsi di utara dan timur laut," kata Fabius di radio France Inter. "Tapi mereka bisa bertahan di sana jika mereka memiliki cara untuk mendapatkan pasokan. Jadi dengan cara yang sangat efisien, militer menghentikan itu. "


MLNA sekarang mengendalikan kota utara Kidal, sementara pasukan Perancis tetap di bandara kota. Orang Perancis enggan untuk pindah ke Kidal bersama tentara Mali yang oleh oposisi Tuareg dianggap sebagai pengganggu yang telah dituduh melakukan pelanggaran HAM terhadap etnis Tuareg. Tapi pasukan khusus Perancis beroperasi di daerah tersebut

Pemerintah Perancis juga menekan pemerintah di ibukota, Bamako, agar membuka negosiasi politik dengan MNLA untuk memberikan otonomi yang lebih kuat ke utara  tapi tetap dalam kesatuan pemerintahan Mali.

Paris dan Bamako telah menyeru MNLA untuk menyampaikan aspirasi kemerdekaannya, tapi Attaher mengatakan bahwa Tuareg memerlukan jaminan yang tegas bahwa hak-hak dan kebebasan mereka akan lebih terlindungi serta mereka bisa memiliki kekuatan politik yang lebih.

Di Paris, Senin, Wakil Presiden Amerika Serika Joseph Biden Jr R. bertemu Presiden Perancis Francois Hollande dan memuji pasukan Prancis di Mali. Biden mengatakan keduanya setuju bahwa tentara Afrika harus mengambil alih secepat mungkin kemudian beralih sebagai pasukan penjaga perdamaian PBB.

"Kami memuji ketegasan Anda dan saya bisa menambahkan kemampuan pasukan militer Perancis," kata Biden kepada Holland. "Tindakan tegas Anda tidak hanya untuk kepentingan Perancis tapi juga Amerika Serikat dan semua orang."

Ada kecemasan bagi warga Perancis yang tidak ingin negaranya dilihat sebagai neo-kolonialis dan tidak ingin pasukan mereka diacungkan di luasnya wilayah Mali, yang rentan terhadap penyergapan, penculikan dan penembakan oleh kelompok pejuang  yang mungkin bercampur baur dengan penduduk sipil.

Menurut Pascal Canfin, Wakil Menteri bidang pembangunan Kementerian Luar Negeri Perancis mengungkapkan, “Prancis juga mengatakan secara bertahap akan mengembalikan bantuan pembangunan kepada Mali yang dibekukan sejak kudeta militer Maret lalu. Bantuan akan disalurkan setelah ada "road map" untuk pemilu baru.”

Paris telah mendesak pemilu diadakan di  Mali pada awal Juli untuk menggantikan pemerintahan transisi, tapi itu akan sangat tergantung pada pembicaraan dengan kelompok oposisi sekuler Tuareg. (ABU DZAKIR).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar