(PERANG DUNIA XXX) - Dalam suatu pernyataan, Organisasi Amnesti Internasional mengutuk serius pelanggaran hak asasi manusia, termasuk pembunuhan tiga anak dalam perang Prancis di Mali, Jumat (1/2), Press TV melaporkan.
Dalam pernyataan itu juga diungkapkan pihaknya telah menemukan bukti selama penyelidikan sepuluh hari di Mali bahwa
beberapa kasus kekejaman telah dilakukan di negara itu sejak 11 Januari, ketika Prancis melancarkan perang dengan
dalih untuk menghentikan kemajuan
pejuang Muslim.
"Ada bukti bahwa setidaknya lima warga sipil, termasuk tiga anak, tewas dalam serangan udara yang dilakukan oleh pasukan Prancis melawan pejuang lokal,” kata sumber dari Amnesti Internasional.
Organisasi ini juga mengatakan tentara Mali telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia serius ditambah pelanggaran hukum kemanusiaan internasional (IHL), termasuk eksekusi di luar hukum terhadap warga sipil.
"Ada bukti bahwa setidaknya lima warga sipil, termasuk tiga anak, tewas dalam serangan udara yang dilakukan oleh pasukan Prancis melawan pejuang lokal,” kata sumber dari Amnesti Internasional.
Organisasi ini juga mengatakan tentara Mali telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia serius ditambah pelanggaran hukum kemanusiaan internasional (IHL), termasuk eksekusi di luar hukum terhadap warga sipil.
Menurut kesaksian yang dikumpulkan oleh organisasi
dunia itu, tentara Mali menangkap dan mengeksekusi lebih dari dua lusin warga
sipil, terutama di kota utara Sevare, 10 Januari.
Sebelumnya, Kamis, Human Rights Watch telah mengutuk pelanggaran hak asasi di Mali dan menyerukan penyelidikan atas dugaan pembunuhan belasan warga sipil oleh tentara Prancis yang didukung tentara Mali.
Sebelumnya, Kamis, Human Rights Watch telah mengutuk pelanggaran hak asasi di Mali dan menyerukan penyelidikan atas dugaan pembunuhan belasan warga sipil oleh tentara Prancis yang didukung tentara Mali.
Sementara itu, media lokal Mali menginformasikan serangan
tentara gabungan, Mali dan Prancis, yang menyerang kaum Muslimin di Mali Utara,
melakukan pembunuhan terhadap anak-anak dan membakar sekolah pendidikan Al-Qur’an.
Surat kabar Aljazair, Alsyuruq, menyebutkan tentara
gabungan itu melakukan “pembersihan” etnis penduduk Arab lokal dan Tuareg.
Mereka dibunuh dengan alasan pejuang Islam masuk kota mereka atau karena mereka
membantu pejuang.
“Orang-orang Negro bersenjata mendatangi desa dengan
mobil militer Kamis pagi. Mereka mencari keluarga-keluarga etnis Arab dan
Tuareg. Mereka membunuh beberapa orang dan menculik wanita,” kata saksi di
daerah Diabala
Sebelum kedatangan tentara gabungan Mali, penduduk
Diabala menerima kedatangan para pejuang Islam dan mereka tinggal di desa beberapa
hari.
“Kami
tidak melihat dari mereka kecuali kebaikan dan keadilan,” kata saksi
tersebut.
Lebih lanjut saksi tersebut mengatakan, “Darah orang Arab dan Tuareg ditumpahkan dihadapan dunia dan
tidak ada yang bergerak. Mereka (tentara gabungan Mali) menganggap telah membebaskan Mali utara dari
pejuang Islam, tapi sungguh mereka telah memberikan kerusakan, kehancuran dan
pembantaian kepada kami.”
Kantor Hak Asasi Manusia Afrika yang berbasis di Johannesburg meminta pasukan Prancis untuk meminimalkan kekejaman terhadap warga sipil.
Dewan Keamanan PBB sedang mempertimbangkan rencana untuk menyebarkan pasukan penjaga perdamaian untuk membantu pasukan Prancis.
Sementara itu, batalyon pasukan dari Nigeria dan Togo telah tiba di kota Gao Mali untuk memperkuat perang Prancis. Kota ini dikuasai oleh pejuang anti-pemerintah selama hampir sepuluh bulan, namun telah dikuasai oleh militer Prancis pekan lalu.
Para pengamat meyakini bahwa motif di balik invasi militer multinasional itu untuk mengeksploitasi sumber daya yang belum dimanfaatkan di Mali, termasuk minyak, emas dan uranium di wilayah tersebut. (ABU DZAKIR).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar